Jumat, 29 April 2016

Makalah Etikolegal Persetujuan Tindakan Kedokteran



MAKALAH ETIKOLEGAL
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Kelas : A 12.1
Nama Anggota :
1.      Desi Damasari
2.      Yuni H                                          (15150040)
3.      Arum Kusuma Wardani            (15150041)
4.      Siti Mujirahayu                           (15150043)
5.      Linda Ismiati                               (15150044)
6.      Fellisia Ersadea                           (15150045)

PRODI DIII-KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Etikolegal tentang PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 Persetujuan Tindakan Kedokteran ini. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Florentina Kusyanti selaku pengampu mata kuliah Etikolegal yang telah memberikan  tugas kepada kami.
Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.





                                                                        Yogyakarta, 25 Maret 2016
                                                                        Hormat kami,



                                                                                                Penulis                                                                                                                                                                                                                                                



           

DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
                Persetujuan Tindakan atau Informed Consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Tujuan Informed Consent adalah memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.
            Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.
            Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008, maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
            Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
             


1.2. Rumusan Masalah
1)        Apa yang dimaksud dengan Persetujuan Tindakan atau Informed Consent?
2)        Apa isi dari PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008?
3)        Apa sanksi hukum dalam Informed Consent?
1.3. Tujuan
1)        Agar mahasiswa mengetahui tentang pengertian persetujuan tindakan persetujuan atau informed consent.
2)        Agar mahasiswa mengetahui tentang isi dari PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008.
3)        Agar mahasiswa mengetahui tentang sanksi hukum dalam informed consent.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Persetujuan Tindakan atau Informed Consent
Secara harfiah  Informed Consent  merupakan padanan kata dari: Informed artinya telah diberikan penjelasan/informasi, dan  Consent  artinya persetetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Persetujuan tindakan/informed consent adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya, klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri.
Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik adalah tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada perawat di beberapa institusi dan tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk menjadi bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat tidak dianjurkan (Aiken dan Catalano, 1994, hlm. 104).



2.2. Isi PerMenKes No 290/MenKes/Per/III/2008
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1.        Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2.        Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara kandung atau pengampunya.
3.        Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, teraupetik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
4.        Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
5.        Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6.        Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7.        Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.



BAB II
PERSETUJUAN DAN PENJELASAN
Bagian Kesatu
Persetujuan
Pasal 2

1)        Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2)        Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
3)        Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Pasal 3

1)        Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2)        Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.
3)        Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
4)        Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
5)        Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
Pasal 4

1)        Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan atau/mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
2)        Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
3)        Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Pasal 5
1)        Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
2)        Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.
3)        Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.
Pasal 6

Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam hal tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
Bagian Kedua
Penjelasan
Pasal 7

1)        Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
2)        Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya atau orang yang mengantar.
3)        Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikai yang mungkin terjadai; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan;
f. Perkiraan pembiayaan.
Pasal 8
1)             Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a.       Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b.      Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c.       Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan kedokteran;
d.      Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
2)        Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
a Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tindakan preventif, diagnostik, teraupetik, ataupun rehabilitatif.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif tindakan.
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
3)        Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a.       Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umm.
b.      Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat ringan.
c.       Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable).
4)        Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a.       Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b.      Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c.       Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).
Pasal 9

1)        Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman.
2)        Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
3)        Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.

Pasal 10

1)      Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya.
2)      Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
3)      Tenaga kesehatan tertentu dapat memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya.
4)      Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.
Pasal 11

1)        Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan.
2)        Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar daripada persetujuan.
Pasal 12

1)        Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
2)        Setelah perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.

BAB III
YANG BERHAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Pasal 13

1)        Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.
2)        Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi sebelum tindakan kedokteran dilakukan.
3)        Dalam hal terdapat keraguan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya, dokter atau dokter gigi dapat melakukan permintaan persetujuan ulang.

BAB IV
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS
Pasal 14
1)      Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
2)      Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan.
3)      Persetujuan sebagaimana dimaksud apad ayat (1) harus diberikan secara tertulis.
Pasal 15

Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan.



2.3. Sanksi Hukum pada Informed Consent
1. Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351 KUHP.
2. Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer.
3. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Persetujuan tindakan/informed consent adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya, klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri.
Persetujuan tindakan kedokteran tercantum dalam PerMenKes Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 yang terdiri dari 8 BAB dan berisi 21 pasal. Didalam PerMenKes tersebut setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan harus mendapatkan persetujuan dari pasien terlebih dahulu sebelum dilakukannya tindakan.
3.2. Saran


DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar

 
Dunia Kebidanan Blogger Template by Ipietoon Blogger Template